Jumat, 14 Mei 2010

Era Baru Gerakan Sosial dan Politik di Indonesia


oleh: clenoro Pengarang : Lembar
Gerakan publik melalui Internet, Facebook dan Twitter, menekan pejabat dan penegak hukum yang melukai rasa keadilan menjadi tren masa depan demokrasi. Inilah era baru gerakan sosial dan politik kita

Patung dewi keadilan itu ditegakkan. Matanya terbebat, tangan kanannya membawa pedang, tangan kirinya mengangkat neraca. Puluhan orang terlihat bahu membahu merekatkan semen-semen yang diambil dari truk pengaduk semen. Semen-semen itu bahan bakunya terbuat dari Facebook dan Twitter.

Sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu bagaimana masyarakat Indonesia melalui internet kini bisa menjadi watch dog –anjing galak yang akan menyalak bila ada kesewenang-wenangan yang melukai nurani publik.

Bila kita melihat dukungan luas para facebooker melalui Facebook dan Twitter kepada Bibit Samad Rianto – Chandra M.Hamzah dan Prita Mulyasari merupakan sebuah babak baru dalam era demokrasi. Bibit Chandra, dua pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi, di bela karena mereka dianggap dikriminalisasi oleh polisi, bahkan pemerintah. Adapun Prita adalah pasein yang digugat oleh Rumah Sakit Omni International, Serpong. Ia diperkarakan karena menulis keluhan terhadap pelayanan rumah sakit itu melalui e-mail.

Penggunaan Internet untuk membangun gerakan politik semacam ini memang bukan hal yang baru. Internet sudah digunakan saat mahasiswa memotori gerakan reformasi 1998, meski secara terbatas. Jumlah pelanggan Internet pada 1998 itu, menurut data Penyedia Jasa Internet, sebanyak 134 ribu orang, pemakainya 512 ribu orang. Internet di masa itu digunakan sebagai media bawah tanah bagi mahasiswa karena media massa tak bisa diharapkan berani terhadap pemerintah.

“Kesaktian” Internet, juga pula digunakan oleh partai politik dan calon presiden untuk berkompetisi dalam Pemilihan Umum 2004 dan 2009. Sementara pada 1998 baru ada 512 ribu pemakai Internet, pada 2004 jumlahnya sudah 11.226.143. Pada 2008, pemakai Internet tumbuh lebih dari 200 persen menjadi 25 juta. Dari jumlah itu, hampir separuh di antaranya pengguna Facebook. Berdasarkan data www.checkfacebook.com sampai November 2009, ada sekitar 11,7 juta Facebooker di Indonesia.

Perkembangan semacam ini memang bukan khas Indonesia. Gerakan politik di sejumlah negara yang menggunakan cara yang lebih kurang sama. Di Amerika Serikat, kampanye Barack Obama memaksimalkan penggunaan Internet untuk meraup dukungan, baik suara maupun dana. Oposisi di Iran menggunakan jalan serupa melawan sikap represif pemerintah.

Begitu fungsi yang dimiliki oleh Internet, mereka dapat memudahkan masyarakat dan berbagai kelas sosial untuk melakukan konsolidasi serta menawarkan format yang tepat bagi orang yang sibuk.

Tidak ada komentar: